
Trekking atau hiking belakangan makin populer sebagai aktivitas liburan yang sehat, murah, dan penuh petualangan. Udara segar, pemandangan hijau, suara alam—semuanya jadi penyegar jiwa setelah penat dengan rutinitas.
Meski terlihat mudah, trekking bukan cuma soal jalan kaki di alam terbuka. Ada hal penting yang nggak boleh dilupakan: etika ketika trekking.
Banyak tempat indah rusak karena ulah pengunjung yang tidak bertanggung jawab. Sampah berserakan, coretan di batu, tanaman diinjak, bahkan hewan liar terganggu. Padahal, tujuan trekking bukan cuma menikmati alam, tapi juga menjaganya tetap lestari agar bisa tetap dinikmati oleh generasi – generasi kita berikutnya.
Yuk kita bahas apa aja etika trekking yang harus kita tanamkan—baik ke diri sendiri, anak-anak, sampai rombongan keluarga.
1. Jangan Tinggalkan Apa Pun, Kecuali Jejak
Ini prinsip utama dalam dunia olahraga alam bebas:
Leave nothing but footprints. Take nothing but pictures. Kill nothing but time.
Yang dalam pelaksanaannya adalah:
- Jangan buang sampah sembarangan (bahkan tisu atau kulit buah)
- Jangan bawa pulang tanaman, bunga, atau batu sebagai “oleh-oleh”
- Jangan corat-coret batu atau pohon dengan inisial nama
Kalau kamu bawa camilan, air minum, atau perlengkapan lain, bungkusnya harus ikut pulang. Bawa kantong sampah sendiri ya, bahkan lebih bagus lagi kalau kamu juga bantu pungut sampah yang kamu temukan di jalur.
2. Hormati Alam dan Makhluk Hidup di Dalamnya
Trekking bukan semata-mata kegiatan yang akan membuat kita senang dan bahagia, tapi juga perihal rasa hormat terhadap kehidupan lain. Artinya:
- Jangan ganggu hewan liar (apalagi dikasih makan)
- Jangan rusak atau petik tanaman, bunga, atau jamur
- Jangan teriak-teriak atau putar musik kencang
- Jangan buka tenda atau beristirahat di tempat yang merusak vegetasi
Ajak anak-anak untuk mengamati, bukan menyentuh. Misalnya: lihat serangga kecil lewat lensa pembesar, atau dengar suara burung tanpa mengganggu mereka.
3. Ikuti Jalur yang Sudah Ada
Terkadang jalur trekking tampak panjang dan melelahkan, tapi jangan pernah membuat jalur baru seenaknya sendiri. Hal ini bisa merusak ekosistem tanah dan tanaman liar.
Jalur resmi biasanya sudah dirancang agar aman bagi pendaki sekaligus tidak merusak habitat di sekitarnya. Kalau terlalu capek, istirahat aja dulu — daripada cari jalan pintas yang malah bikin alam menderita atau bahkan membuat kamu tersesat.

4. Jaga Suara, Jaga Energi
Sering sekali kita dengar suara grup trekking yang ngobrol, tertawa atau putar musik keras-keras. Padahal suara keras bisa bikin hewan stres, dan mengganggu pendaki lain yang ingin tenang.
Ajarkan ke anak-anak bahwa di alam kita harus jadi pendengar yang baik. Dengarkan suara air terjun, dedaunan yang bergesek, atau kicau burung. Trekking adalah saat terbaik untuk latihan mindfulness juga, lho!
5. Kalau Mau Berkemah, Pilih Tempat dengan Bijak
Kalau kamu trekking sambil camping, ada beberapa tambahan etika yang harus diingat:
- Pilih lokasi perkemahan resmi
- Jangan nyalakan api unggun sembarangan
- Gunakan kompor portable, bukan bakar kayu hutan
- Jangan buang air besar sembarangan — gunakan toilet portable atau gali lubang kecil jauh dari sumber air
Dan tentu saja, pastikan semua dibersihkan sebelum kamu pulang. Jangan ada jejak api, sisa makanan, atau plastik tertinggal.
6. Jaga Sumber Air
Dalam kehidupan, air adalah bagian yang sangat krusial, apalagi di alam bebas. Air bukan cuma untuk kita minum, tapi juga untuk keberlangsungan hidup satwa liar dan tumbuhan. Jadi:
- Jangan mandi atau mencuci peralatan langsung di sungai
- Jangan buang sabun, deterjen, atau limbah ke sumber air
- Ambil air secukupnya, dan gunakan alat filter jika perlu
Kalau kamu ajak anak trekking, ini bisa jadi momen edukasi soal daur air, konservasi, dan pentingnya menjaga sumber daya alam.

7. Trekking Bisa Jadi Edukasi Keluarga yang Seru
Etika trekking juga berlaku dalam konteks keluarga. Kalau kamu ngajak anak-anak atau lansia:
- Pilih jalur yang sesuai dengan kemampuan mereka
- Briefing dulu sebelum berangkat: apa yang boleh dan nggak boleh dilakukan
- Libatkan anak-anak dalam menjaga kebersihan: misalnya jadi “detektif sampah”
- Ajak diskusi soal keanekaragaman hayati yang ditemui di jalur
Trekking bisa menjadi aktivitas membangun karakter dan empati terhadap alam.
8. Ambil Gambar, Bukan Tanaman
Foto-foto di alam memang keren. Tapi sayangnya, masih ada yang mengorbankan keindahan untuk feed Instagram:
- Duduk di atas bunga liar
- Cabut tanaman untuk properti foto
- Naik ke batu rapuh atau pohon rapuh
Coba ubah mindset: kita yang menyesuaikan diri dengan alam, bukan sebaliknya. Karena ibarat menjadi tamu, kita harus menjaga sopan santun di tempat orang lain.
Trekking Boleh, Menikmati Alam Silakan, Merusak Jangan
Teman Seru, alam adalah rumah kita bersama. Mau gunung, hutan, pantai, atau danau — semuanya butuh waktu ratusan bahkan ribuan tahun untuk terbentuk, tapi bisa rusak dalam hitungan menit kalau kita lalai dan tidak peduli.
Dengan menerapkan etika trekking yang baik, kita bukan cuma jadi petualang keren, tapi juga penjaga bumi yang bertanggung jawab. Anak-anak pun akan belajar dari contoh kita.
Jadi, sebelum pakai sepatu hiking dan isi ransel, pastikan kamu juga membawa bekal penting: rasa hormat dan cinta pada alam.
Selamat trekking, Teman Seru!